Kalau boleh jujur, pertama kali dengar nama Tari Gubang, reaksiku cuma satu: “Tari apaan tuh?” Nggak familiar. Jujur aja. Apalagi di tengah serbuan tarian-tarian populer kayak Tari Kecak, Saman, atau Piring yang udah mendunia. Tapi begitu aku mulai menyelami lebih dalam, justru Tari Gubang inilah yang berhasil bikin aku tertegun. Bukan cuma karena Culture gerakannya yang khas, tapi karena roh budaya dan sejarah panjang yang mengiringinya.
Ini cerita aku tentang kenapa Tari Gubang itu bukan sekadar gerakan tubuh. Ini tentang identitas, perjuangan, dan pelestarian budaya yang nyaris punah tapi terus bersinar diam-diam.
Contents
Tari Gubang Itu Asalnya dari Mana, sih?
Nah, buat kamu yang juga baru dengar, Tari Gubang berasal dari Kalimantan Timur, khususnya dari masyarakat pesisir Kutai. Lebih tepatnya lagi, tarian ini merupakan warisan budaya dari masyarakat suku Bajau dan sekitarnya, yang dulunya hidup berdampingan dengan laut dan alam Wikipedia.
Kata “gubang” sendiri konon diambil dari nama alat transportasi laut tradisional, semacam perahu kecil yang biasa digunakan oleh masyarakat nelayan. Jadi, nggak heran kalau gerakan dalam tarian ini menggambarkan aktivitas masyarakat pesisir — seperti melaut, mendayung, dan menangkap ikan.
Buat aku pribadi, bagian ini menarik banget. Soalnya aku dulu selalu mikir, “Tari kan ya cuma seni gerak aja.” Tapi ternyata, ada kisah hidup di balik tiap langkah kaki dan ayunan tangan. Tari Gubang itu kaya akan simbolisme kehidupan masyarakat maritim. Dan itu keren banget!
Apa yang Membuat Tari Gubang Unik?
Aku pernah nonton pertunjukan Tari Gubang langsung waktu ada festival budaya di Samarinda. Dan rasanya… beda. Suasananya magis tapi hangat. Nggak seperti tari-tari megah yang kaku dan formal. Tari Gubang ini justru sederhana tapi dalem.
Coba bayangin ini: para penari perempuan dengan balutan pakaian khas berwarna cerah, mengenakan kain dengan motif etnik, dan gerakan mereka lembut tapi penuh irama. Musiknya bukan gamelan, lho. Biasanya pakai alat musik tradisional seperti gendang, rebana, dan gambus — ada nuansa Timur Tengah yang kental, karena pengaruh Islam cukup kuat di tarian ini.
Yang bikin unik, Tari Gubang dibawakan secara berkelompok, tapi nggak jarang juga ada pementasan duet atau solo. Gerakannya sangat ritmis, lemah gemulai, dan menggambarkan kehidupan nelayan — dari mulai menyiapkan perahu, mendayung, hingga bersyukur atas hasil tangkapan.
Dan ya, aku sempat salah kira awalnya. Kukira tarian ini bakal datar dan ngebosenin. Tapi ternyata… justru sangat ekspresif dan menyentuh. Ada bagian di mana gerakan tubuh dan ekspresi wajah itu beneran bisa bikin kamu merasa seperti ikut berada di tengah laut. Nggak main-main.
Keindahan Seni Tari Gubang yang Sering Diremehkan
Sayangnya, tarian ini jarang tampil di layar kaca. Nggak banyak juga yang nulis soal ini di blog atau YouTube. Tapi waktu kamu nonton langsung, kamu bakal ngerti kenapa Tari Gubang itu seharusnya lebih sering ditampilkan.
Keindahannya nggak cuma visual, tapi juga filosofis. Tari Gubang mengajarkan nilai kerja keras, kekompakan, dan hubungan manusia dengan alam. Dan ini penting banget, apalagi di zaman sekarang di mana semuanya serba cepat dan individualis.
Waktu aku nonton salah satu pentasnya di Sanggar Seni Daya Kota Bontang, aku sampai merinding. Bukan cuma karena penarinya cakep (walau itu juga faktor sih, hehe), tapi karena gerakan mereka benar-benar “bicara.” Tarian ini punya jiwa.
Kenapa Tari Gubang Harus Dilestarikan?
Nah, ini bagian yang agak bikin sedih. Banyak generasi muda, bahkan yang tinggal di Kalimantan sekalipun, nggak tahu soal Tari Gubang. Padahal ini warisan budaya yang luar biasa. Tari Gubang adalah representasi identitas masyarakat pesisir Kalimantan Timur.
Kalau kita biarin, bukan nggak mungkin tarian ini hilang ditelan zaman. Dan yang paling bikin nyesek, kita bakal kehilangan bukan hanya satu bentuk seni, tapi bagian dari sejarah dan jati diri bangsa.
Waktu ngobrol sama salah satu pelatih tari yang udah 30 tahun melatih Tari Gubang, beliau bilang, “Masalah kita bukan kurang seniman, tapi kurang penonton dan dukungan.” Dan aku setuju banget.
Tari Gubang harus terus dipentaskan, diajarkan di sekolah, bahkan dipopulerkan di TikTok atau Instagram. Nggak usah malu nge-mix tarian tradisional dengan teknologi masa kini, selama tetap menghormati esensinya.
Pengalaman Konyolku Saat Coba Belajar Tari Gubang
Nah, ini bagian paling manusiawi dari semuanya: aku pernah ikut latihan Tari Gubang! Iya, serius.
Awalnya diajak temen yang kerja di sanggar. Katanya cuma buat “ngeliat-liat” aja. Eh, tiba-tiba aku disuruh maju ke depan dan ikut gerakan pemanasan.
Tahu nggak? Gerakan awalnya sih gampang… tangannya ke atas, lalu turun sambil melenggak. Tapi begitu harus ngikutin tempo musik dan jaga formasi bareng yang lain — wah, amburadul!
Aku salah gerak, nabrak penari sebelah, dan pernah hampir jatuh pas harus jongkok lalu berdiri cepat. Tapi anehnya, itu justru bikin aku makin semangat. Karena ternyata tarian ini bukan soal keluwesan doang, tapi juga koordinasi, perasaan, dan rasa percaya diri.
Tips Praktis Mempelajari Tari Gubang
Kalau kamu tertarik belajar Tari Gubang — dan serius, aku sarankan banget kamu coba — berikut beberapa tips dari pengalamanku:
Mulai dari nonton dulu. Coba cari video di YouTube atau IG sanggar tari lokal. Amati gerakannya, rasakan iramanya.
Gabung sanggar tari lokal. Cari komunitas atau sanggar seni di kota kamu. Kadang mereka buka kelas gratis lho.
Latih fleksibilitas tubuh. Gerakan Tari Gubang banyak yang melibatkan tubuh bagian atas dan bawah dalam waktu bersamaan. Lumayan capek.
Pelajari sejarah dan maknanya. Ini bukan sekadar tarian, tapi bagian dari budaya. Semakin kamu ngerti maknanya, makin dalam juga kamu ngerasainnya.
Jangan takut salah. Nggak semua orang lahir lentur. Aku aja sampai sekarang masih kaku, tapi siapa peduli? Yang penting niat dan konsisten.
Pelajaran dari Tari Gubang
Dari semua pengalaman ini, aku belajar satu hal besar: warisan budaya itu bukan untuk dipajang, tapi untuk dihidupkan. Dan kita, generasi sekarang, punya peran penting untuk menjaganya tetap bernyawa.
Tari Gubang mungkin belum sepopuler Tari Kecak atau Saman, tapi justru di situlah keistimewaannya. Ia seperti permata yang belum banyak ditemukan. Dan tugas kita adalah terus menggali, membagikan, dan merayakannya.
Kalau kamu pernah nonton, belajar, atau bahkan cuma penasaran dengan Tarian Gubang — jangan diam. Ceritakan! Tulis di blogmu, bikin video, atau ajak anak-anak belajar. Karena setiap cerita kecil bisa jadi cahaya pelestarian.
Aku nggak akan pernah lupa sensasi pertama kali gerak tanganku mengikuti irama Gubang. Bukan karena sempurna, tapi karena itu adalah momen di mana aku merasa benar-benar terhubung… dengan budaya, sejarah, dan bangsa ini.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Tari Golek Menak: Pesona dari Keraton Yogyakarta yang Harus Dilestarikan disini